Kemarin,
tepatnya 24 April 2016 saya berkesempatan untuk menghadiri acara Kampus Fiksi
Emas 2016 ulang tahun ke.3 dengan kehadiran penulis senior Om SGA (Seno Gumira
Ajidarma), Om M. AAn Mansyur, dan Faisal Odong. Sebelum mulai menulis soal
kegiatan kemarin, saya ucapkan selamat ulang tahun ke.3 untuk Kampus Fiksi
~ Barakallah. Semoga semakin lebih baik. Aamiin.
Kenapa saya bisa
nyasar ke acara ini? Well, semua
berawal dari FP Divapress yang me-share
info acara ini dan berhubung saya sudah stay
di Jogja, jadilah iseng mendaftar. Nggak ada ekspektasi apa pun selain ingin
nambah ilmu. Konyolnya saya yang berpikir kalau pengumuman peserta yang lolos
akan diinfo by email dan saya pun pasrah ketika tanggal 5 berlalu tanpa bocoran
lolos. Saya jarang buka fb pun nggak bisa berteman dengan Pak Edi. Akhirnya
jiwa kepo akut mulai berkembang karena penasaran nama-nama peserta yang
beruntung, jadilah 20 April kemarin saya iseng buka fb dan stalking sampai akhirnya nemu 400 nama peserta yang lolos.
Tibalah hari H
di mana saya tidak tahu dimana Resto Den Nany berada. Awalnya saya pikir, ‘ah
nggak sampai 30 menit juga sampai’, jadi bisalah jalan jam 08.30. Namun,
rencana hanyalah sebuah rencana karena satu dan lain hal baru bisa jalan jam
08.45. Walaupun sedikit ngebut saya masih berpikir positif ‘ah, biasanya kan
suka ada jam karet, palingan juga belum telat’. Lalu, di sepanjang jalan Tamsis
saya cuma berkendara dengan kecepatan kayak becak karena takut kelewatan dengan
mata terus lihatin plakat dan lihat nomor sampai akhirnya ketemu tulisan Resto
Den Nany di kanan jalan. Alhamdulillah, nggak pakai nyasar. Dari seberang jalan
saya amati kok di bawah plakat nggak ada motor parkir padahal kan seharusnya
banyak sampai akhirnya saya lihat ada mbak-mbak berkerudung naik motor masuk ke
gang. Oke, dengan PD-nya saya ikutin dan berpikir kalau doi pasti peserta juga.
Taraaaa, ternyata benar kita sampai di tempat parkir acara. Berhubung saya
nggak ada teman, akhirnya saya sok akrab sama mbak tadi dengan memberi kode
bareng masuknya. Eh, selanjutnya saya malah bengong ketika doi bilang ‘Mbak
Laini, ya?’. Dalam hati ‘ah penyakit susah ngenalin wajah kumat lagi ini!’.
Usut punya usut ternyata namanya adalah DIAH yang pernah ikut gathering Wattpad
Indonesia bulan Oktober kemarin. Akhirnya saya berakhir punya teman dan begitu
registrasi ternyata acara sudah dimulai. Catatan buat saya sendiri ‘Jangan
meremehkan jam dalam suatu acara, jika tadinya saya berpikir bakalan ada jam
karet ternyata tidak untuk acara ini, yang ada saya dapat tempat duduk di
bagian paling belakang.’
Oke, sekian
curcolnya mari langsung ke acara.
Ketika saya
masuk acara sudah dimulai dengan pembacaan judul dan penulis cerpen yang masuk ke KFE berserta
pemenang pertama yaitu cerpen yang berjudul ‘Celia dan gelas-gelas di
kepalanya’. Kemudian acara dilanjutkan dengan Om Aan dan Kak Faisal maju ke
depan. Ah, ya, berhubung saya duduk di paling belakang kalau boleh memberi usul
untuk panitia tahun depan, mungkin tata letak pengisi acara bisa diatur ulang.
Kebayang nggak, sih? Kami yang di belakang nggak bisa lihat wajah yang
berbicara dan hanya mendengar suara? Sedih (walaupun memang saya yang salah
soalnya telat -_-). Mungkin hal tersebut tidak terlalu terasa ketika Om Aan dan
Kak Faisal yang mengisi soalnya beliau-beliau ini memilih berdiri, jadi kami yang
di belakang masih bisa melihat penampakannya seperti ini.
FYI, sebelum
datang ke acara ini saya baru mendengar nama ke.3 nama pengisi acara ini. Ini
bukan karena mereka tidak terkenal, tetapi saya yang kudet, terlebih sejak
pulang jarang menggunakan sosmed dan belum sempat kepo. Eh, baru tahu kalau Om
Aan ini adalah beliau yang puisinya muncul di AADC2. Itu loh si Cinta yang
digantung 12 tahun sama Rangga. #tepokjidatkarenabarutahu
Ah, curcol lagi.
Baiklah, kita mulai dari Om Aan yang sekilas bercerita tentang masa lalu dan
latar belakang beliau. Om Aan ini bukan tipe orang yang suka bergaul dsb dan
justru dari ceritanya saya menangkap kalau beliau orang yang agak tertutup. Why? Keluarga besar beliau bahkan tidak
sadar kalau Om Aan itu ada (bahasanya kok agak gimana gitu, ya!). Entah kenapa
saya jadi merasa bercermin, pasalnya akhir tahun 2015 ketika saya memutuskan pulang
kampung banyak yang mengira kalau saya adalah si bungsu atau malah si mbak.
Berujung mereka bertanya soal silsilah keluarga, pffft #abaikansayacurhatlagi.
Om Aan mulai menulis sejak kecil pasalnya beliau ini sering lupa, bahkan hari
Minggu pun bersiap ke sekolah, lol. Nah, kemudian beliau mendapat buku diary
bergambar Tante Ana (istrinya Om Gading Martin) yang saat itu baru nge-hits
pada masanya. Buku itulah tulisan pertama Om Aan dimulai walau hanya sekadar
catatan pengingat untuk hari besok (misalnya buku yang harus dibawa). Ah, ya,
yang bikin saya speechless dari
cerita masa lalu Om Aan yaitu puisi yang merupakan alat komunikasi dengan ibu
dan ibu inilah yang menjadi pembaca pertama dari hampir semua puisi beliau.
Kalau nggak nulis puisi bisa-bisa tidak berkomunikasi karena nggak suka
basa-basi. Eh, lah, lagi-lagi saya teringat masa merantau yang jarang nelepon
rumah #plak.
Ketika lulus
sekolah, Om Aan memutuskan untuk tidak langsung masuk kuliah selama satu tahun.
Satu tahun ini beliau gunakan untuk membaca di perpustakaan dan beliau menjadi
anggota di 7 perpustakaan yang ada di Makasar. Wuihhhh, keren, kan? Kebayang nggak
sih dalam waktu satu tahun itu pasti banyak banget buku yang sudah dibaca.
Beliau fix emang pecinta buku. Waktu kuliah pun beliau selalu membawa ransel
yang berisi 20 buku untuk digelar di kampus agar teman-teman bisa membaca.
Beliau juga mendirikan perpustakaan dan kafe pada waktu itu. Baiklah, mungkin
dari sini saya langsung bilang ‘aku mah apa atuh, buku yang udah dibaca baru
sedikit.’ Mungkin dari sekian banyak cerita itu saja yang saya ulas, sekarang
langsung ke poin penting:
- Beliau tidak berniat menulis untuk mengubah dunia, tetapi karena ingin tahu dan karena ingin tahu inilah beliau membaca.
- Waktu menulis bagi tiap-tiap penulis berbeda ada yang suka keramaian dan ada juga yang suka suasana sepi. Konon jam-nya kemarin itu adalah jam tidur Om Aan. Beliau lebih suka menulis dalam sepi tanpa ada yang memperhatikan dan biasanya itu adalah jam 4 pagi.
- Kita bisa belajar menulis dari mana saja. Beliau pernah belajar dari tukang batu yang sedang menyusun batu bata untuk membuat rumah dan pernah juga dari tukang bakso. Bagaimana cara tk. batu menyusun batu bata ini ibarat kita sedang menyusun sebuah kalimat, sementara tk. bakso dengan berbagai macam keramaian warung mengajarkan tentang ketekunan yaitu selalu berjualan.
- Ide menulis bisa didapat dari mana saja. Konon kalau kita tidak ada ide itu tandanya kita kurang berjalan. Jadi, begini, dengan berjalan kaki kita bisa mengamati keadaan sekitar dan memperhatikan apa saja yang terjadi. Di sepanjang jalan inilah kita bisa mendapat pelajaran. Hal tersebut akan berbeda jika kita berkendara dengan cepat yang tidak pernah memperhatikan lingkungan sepanjang perjalanan. Jadi, menurut Om Aan, para penulis jualah motor kalian biar mengurangi kemacetan, lol. Ah ya, beliau juga memilih berjalan 2 km untuk ke kampus dengan alasan di atas. (Kalau saya jalan 2 km itu baru sampai Kids Fun, belum dapat apa-apa #duagh)
- Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada penulis adalah. 1*Banyak yang ingin jadi penulis dan berpikir menulis adalah urusan merangkai kata-kata, padahal menulis bukan sekadar merangkai kata tetapi adalah berpikir. 2*Banyak yang ingin jadi penulis untuk sesama penulis (hanya agar mempunyai karya dan diakui). 3*Banyak yang ingin jadi penulis, tetapi tidak suka membaca. Poin kedua ini kok berasa nusuk gitu, ya. Dulu, saya ingin mempunyai sebuah buku karena ingin dengan teman yang sudah punya buku. Ingin sebuah pembuktian kepada diri sendiri kalau saya juga bisa. #kacapecah
- Semakin banyak kita membaca, kita akan semakin sadar bahwa banyak hal yang tidak kita ketahui.
Itu saja
poin-poin yang tercatat di saya, apalah daya saya yang tidak bisa berhenti
ngobrol masalah yang baru nge-hits di lapak watty. Lol.
Selanjutnya,
diisi oleh Kak Faisal. Biar berasa muda saya panggilnya kak, okesip.
Acara dimulai
dengan Kak Faisal membaca esai berjudul ‘Forbidden Bird’ dari Amerika. Itu loh
cerita si anak yang melukis burung, tetapi kertasnya disobek oleh penjaga
karena menggambar burung. Lalu esoknya si anak kembali lagi dengan lukisan
pohon dan lolos dari penjaga. Tanpa diketahui ternyata di balik gambar
daun-daun tersembunyi si burung tersebut.
Awal mula
seorang bisa menjadi penulis memang beragam. Nah, kalau Kak Faisal ini berawal
dari tetangganya yang menyodori buku banyak lipatan. Well, buku-buku jadul itu memang identik dengan lipatan sebagai
tanda ada poin-poin yang penting. Sejak saat itu Kak Faisal menjadi gemar
membaca yang pada akhirnya membuat beliau ingin menulis buku. Kak Faisal pun
juga mengambil kuliah di jurusan Sastra Indonesia dengan harapan akan mendapat
semakin banyak tips/ilmu soal menulis. Siapa sangka ternyata pelajaran tentang
menulis hanyalah 2 sks yang tidak wajib untuk diambil. Lol. Jadi, intinya untuk
menjadi seorang penulis tidak harus kuliah jurusan sastra. Jika Om Aan suka
menulis dalam kesunyian, maka Kak Faisal justru sebaliknya, beliau suka menulis
dalam keramaian.
Lanjut, langsung
ke sesi pertanyaan yang paling berkesan di saya yaitu soal menghadapi kejenuhan
*ini apa yang alami sekarang yaitu bosan menulis dan berasa mentok.
Menurut Kak
Faisal seperti roda yang berputar, kebosanan itulah yang akhirnya mmbuat kita
akan menulis lagi. Misalnya: bosan menulis, ke perpustakaan kemudian bosan dan
main. Pola itu terus berputar sampai pada akhirnya kita memutuskan untuk
kembali menulis. Nah, tidak jauh berbeda dengan jawaban Om Aan, karena bosanlah
beliau menulis ‘Hidup itu terkadang membosankan dan menulis itu adalah obat
untuk mengatasi kebosanan tersebut’.
Sekian dulu
untuk sesi Om Aan dan Kak Faisal yang berhasil saya rangkum, selanjutnya bolos
ke mushala dulu dan pas balik udah mau selesai. Ada sesi foto sama Kak Faisal
di depan, tapi berhubung saya mah pemalu jadi absen ke depan. Ternyata ada bu
bidan pengen foto sama Om Aan yang
ternyata ada di belakang. Akhirnya, saya pun ikut serta tak lupa membawa Calon
Imam (tetap promo buku sendiri) buat foto bareng. Aih, ternyata dari jamannya
Mas Alitt sama Om Aan saya masih aja deg-degan kalau foto bareng sama penulis.
Seandainya masih punya Calon Imam yang segel, seharusnya bisa buat ganjalan
lemari Om Aan, sayangnya sudah habis.
Mas Aan & Bu Bidan |
Acara
selanjutnya yaitu makan-makan, istirahat.
Jam setengah 2
kita masuk ke acara inti bersama Om SGA. Dilihat dari wajahnya udah keliatan
banget beliau ini anak sastranya. Hihihi.
Salah satu hal
yang disampaikan oleh beliau adalah untuk jadi penulis kita harus MEMBACA!
Lalu, untuk menjadi penulis kita harus bisa mendobrak 3 mitos sastra yaitu:
- Sastra itu curhat.
- Isinya kalimat yang mendayu-dayu.
- Isinya adalah tentang menggurui orang lain.
Iya, cuma segini
saja yang berhasil saya catat. Selanjutnya, saya bertemu dengan Mbak Nurul dan
Mbak Mega. Eh, lah kok ternyata Mbak Mega ini editornya Agro, berhubung buku
saya terbit di anaknya agromedia otomatis jadi sharing beberapa hal. Dari
beliau saya tahu kalau kesulitan editor itu tidak hanya dalam mencari naskah,
tetapi lebih sulit dalam mengkonsep buku untuk penulis yang sudah terkenal
(buku pesanan). Saya yang belum pernah ketemu editor sendiri Mbak Tami sama Mas
Irwan, jadi pengen ketemu, semoga ada kesempatan nantinya. Mereka berdua adalah
2 orang yang berperan penting atas kelahiran Bila dan Calon Imam. #peluk.
Diah dan Mb Mega ** Mbak Nurul sama Mbak Rianti nggak kefoto -_- |
Dari Mbak Mega
pula saya sadar ternyata dari banyaknya orang yang megang kamera ada penulis
juga yaitu babang Lee Min Ho KW. Berawal dari kekepoan atas buku Mbak Mega yang
abis di-sign sama penulisnya, lah ya
langsung speechless ada ttd dan nama
babang kopi luwak di situ. Siapa itu? Bukunya berjudul ‘Cinta Acakadut’. Sampai
rumah saya lanjut kepo dan ternyata nama beliau adalah Bang Furqon. Baiklah,
11-12 boleh lah ya tingginya sama babang kopi luwak. **Pasang jari damai kalau
ybs baca tulisan ini. Tahu dari awal kan bisa sharing soal tulis-menulis, tapi
berhubung saya ini pendiam, ya cuma berujung kepo di rumah. Nggak lucu kan
kalau SKSD padahal baru tahu bukunya hari H. Well, salam kenal dan sukses buat babang Lee Min Ho.
Cover-nya kece! (Foto dari blog ybs) |
Acara selesai
dan pembagian sembako, eh buku dimulai. Tiap peserta dapat satu kardus berisi
@50 buku. Saya speechless lagi. Keren!
Kapan lagi kita bisa ikut acara free
yang dapat banyak ilmu luar biasa dan buku gratis! Sampai-sampai saya galau
mikir gimana cara bawa pulang itu buku yang beratnya nggak usah ditanya.
Oleh-oleh |
Eh, ada kejadian
lucu pas pulang. Jadi, ketemu di perempatan lampu merah dengan mbak-mbak yang
membawa kardus juga dan berujung ngobrol sampai lampu hijau. Padahal nggak tahu
beliau ini siapa, tapi yang pasti peserta KFE juga dan tinggalnya lewat
st.kridosono *Lol.
Pokoknya KFE
adalah pengalaman yang mengesankan setelah saya tinggal di Jogja. Jadi pengen
bisa menjadi peserta #kampusfiksi. Dulu, pernah baca akan ada seleksi mikir
2kali karena lintas kota eh nggak tahunya ada banyak kloter, saya kudet banget.
Sekarang aja nyesel nggak pernah coba (kayak bakal keterima aja, Lai #plak).
Well, akhir kata terima
kasih kepada Divapress dan seluruh panitia atas kesempatan dan oleh-olehnya.
Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan.
Maturnuwun sudah
mampir.
Laini Laitu
No comments:
Post a Comment