Monday, 25 April 2016

LAPORAN KAMPUS FIKSI EMAS 2016

Kemarin, tepatnya 24 April 2016 saya berkesempatan untuk menghadiri acara Kampus Fiksi Emas 2016 ulang tahun ke.3 dengan kehadiran penulis senior Om SGA (Seno Gumira Ajidarma), Om M. AAn Mansyur, dan Faisal Odong. Sebelum mulai menulis soal kegiatan kemarin, saya ucapkan selamat ulang tahun ke.3 untuk Kampus Fiksi ~ Barakallah. Semoga semakin lebih baik. Aamiin.



Kenapa saya bisa nyasar ke acara ini? Well, semua berawal dari FP Divapress yang me-share info acara ini dan berhubung saya sudah stay di Jogja, jadilah iseng mendaftar. Nggak ada ekspektasi apa pun selain ingin nambah ilmu. Konyolnya saya yang berpikir kalau pengumuman peserta yang lolos akan diinfo by email dan saya pun pasrah ketika tanggal 5 berlalu tanpa bocoran lolos. Saya jarang buka fb pun nggak bisa berteman dengan Pak Edi. Akhirnya jiwa kepo akut mulai berkembang karena penasaran nama-nama peserta yang beruntung, jadilah 20 April kemarin saya iseng buka fb dan stalking sampai akhirnya nemu 400 nama peserta yang lolos.

Tibalah hari H di mana saya tidak tahu dimana Resto Den Nany berada. Awalnya saya pikir, ‘ah nggak sampai 30 menit juga sampai’, jadi bisalah jalan jam 08.30. Namun, rencana hanyalah sebuah rencana karena satu dan lain hal baru bisa jalan jam 08.45. Walaupun sedikit ngebut saya masih berpikir positif ‘ah, biasanya kan suka ada jam karet, palingan juga belum telat’. Lalu, di sepanjang jalan Tamsis saya cuma berkendara dengan kecepatan kayak becak karena takut kelewatan dengan mata terus lihatin plakat dan lihat nomor sampai akhirnya ketemu tulisan Resto Den Nany di kanan jalan. Alhamdulillah, nggak pakai nyasar. Dari seberang jalan saya amati kok di bawah plakat nggak ada motor parkir padahal kan seharusnya banyak sampai akhirnya saya lihat ada mbak-mbak berkerudung naik motor masuk ke gang. Oke, dengan PD-nya saya ikutin dan berpikir kalau doi pasti peserta juga. Taraaaa, ternyata benar kita sampai di tempat parkir acara. Berhubung saya nggak ada teman, akhirnya saya sok akrab sama mbak tadi dengan memberi kode bareng masuknya. Eh, selanjutnya saya malah bengong ketika doi bilang ‘Mbak Laini, ya?’. Dalam hati ‘ah penyakit susah ngenalin wajah kumat lagi ini!’. Usut punya usut ternyata namanya adalah DIAH yang pernah ikut gathering Wattpad Indonesia bulan Oktober kemarin. Akhirnya saya berakhir punya teman dan begitu registrasi ternyata acara sudah dimulai. Catatan buat saya sendiri ‘Jangan meremehkan jam dalam suatu acara, jika tadinya saya berpikir bakalan ada jam karet ternyata tidak untuk acara ini, yang ada saya dapat tempat duduk di bagian paling belakang.’


Oke, sekian curcolnya mari langsung ke acara.

Ketika saya masuk acara sudah dimulai dengan pembacaan judul  dan penulis cerpen yang masuk ke KFE berserta pemenang pertama yaitu cerpen yang berjudul ‘Celia dan gelas-gelas di kepalanya’. Kemudian acara dilanjutkan dengan Om Aan dan Kak Faisal maju ke depan. Ah, ya, berhubung saya duduk di paling belakang kalau boleh memberi usul untuk panitia tahun depan, mungkin tata letak pengisi acara bisa diatur ulang. Kebayang nggak, sih? Kami yang di belakang nggak bisa lihat wajah yang berbicara dan hanya mendengar suara? Sedih (walaupun memang saya yang salah soalnya telat -_-). Mungkin hal tersebut tidak terlalu terasa ketika Om Aan dan Kak Faisal yang mengisi soalnya beliau-beliau ini memilih berdiri, jadi kami yang di belakang masih bisa melihat penampakannya seperti ini.

Dear Panitia, kasihanilah kami ini. Mungkin bisa kali ya next diberi kursi khusus untuk pembicara jadi bisa kelihatan. Menurut saya peserta tidak akan merasa direndahkan hanya karena pengisi acara duduk di kursi kok. CMIIW.


FYI, sebelum datang ke acara ini saya baru mendengar nama ke.3 nama pengisi acara ini. Ini bukan karena mereka tidak terkenal, tetapi saya yang kudet, terlebih sejak pulang jarang menggunakan sosmed dan belum sempat kepo. Eh, baru tahu kalau Om Aan ini adalah beliau yang puisinya muncul di AADC2. Itu loh si Cinta yang digantung 12 tahun sama Rangga. #tepokjidatkarenabarutahu

Ah, curcol lagi. Baiklah, kita mulai dari Om Aan yang sekilas bercerita tentang masa lalu dan latar belakang beliau. Om Aan ini bukan tipe orang yang suka bergaul dsb dan justru dari ceritanya saya menangkap kalau beliau orang yang agak tertutup. Why? Keluarga besar beliau bahkan tidak sadar kalau Om Aan itu ada (bahasanya kok agak gimana gitu, ya!). Entah kenapa saya jadi merasa bercermin, pasalnya akhir tahun 2015 ketika saya memutuskan pulang kampung banyak yang mengira kalau saya adalah si bungsu atau malah si mbak. Berujung mereka bertanya soal silsilah keluarga, pffft #abaikansayacurhatlagi. Om Aan mulai menulis sejak kecil pasalnya beliau ini sering lupa, bahkan hari Minggu pun bersiap ke sekolah, lol. Nah, kemudian beliau mendapat buku diary bergambar Tante Ana (istrinya Om Gading Martin) yang saat itu baru nge-hits pada masanya. Buku itulah tulisan pertama Om Aan dimulai walau hanya sekadar catatan pengingat untuk hari besok (misalnya buku yang harus dibawa). Ah, ya, yang bikin saya speechless dari cerita masa lalu Om Aan yaitu puisi yang merupakan alat komunikasi dengan ibu dan ibu inilah yang menjadi pembaca pertama dari hampir semua puisi beliau. Kalau nggak nulis puisi bisa-bisa tidak berkomunikasi karena nggak suka basa-basi. Eh, lah, lagi-lagi saya teringat masa merantau yang jarang nelepon rumah #plak.

Ketika lulus sekolah, Om Aan memutuskan untuk tidak langsung masuk kuliah selama satu tahun. Satu tahun ini beliau gunakan untuk membaca di perpustakaan dan beliau menjadi anggota di 7 perpustakaan yang ada di Makasar. Wuihhhh, keren, kan? Kebayang nggak sih dalam waktu satu tahun itu pasti banyak banget buku yang sudah dibaca. Beliau fix emang pecinta buku. Waktu kuliah pun beliau selalu membawa ransel yang berisi 20 buku untuk digelar di kampus agar teman-teman bisa membaca. Beliau juga mendirikan perpustakaan dan kafe pada waktu itu. Baiklah, mungkin dari sini saya langsung bilang ‘aku mah apa atuh, buku yang udah dibaca baru sedikit.’ Mungkin dari sekian banyak cerita itu saja yang saya ulas, sekarang langsung ke poin penting:
  • Beliau tidak berniat menulis untuk mengubah dunia, tetapi karena ingin tahu dan karena ingin tahu inilah beliau membaca.
  • Waktu menulis bagi tiap-tiap penulis berbeda ada yang suka keramaian dan ada juga yang suka suasana sepi. Konon jam-nya kemarin itu adalah jam tidur Om Aan. Beliau lebih suka menulis dalam sepi tanpa ada yang memperhatikan dan biasanya itu adalah jam 4 pagi.
  •  Kita bisa belajar menulis dari mana saja. Beliau pernah belajar dari tukang batu yang sedang menyusun batu bata untuk membuat rumah dan pernah juga dari tukang bakso. Bagaimana cara tk. batu menyusun batu bata ini ibarat kita sedang menyusun sebuah kalimat, sementara tk. bakso dengan berbagai macam keramaian warung mengajarkan tentang ketekunan yaitu selalu berjualan.
  • Ide menulis bisa didapat dari mana saja. Konon kalau kita tidak ada ide itu tandanya kita kurang berjalan. Jadi, begini, dengan berjalan kaki kita bisa mengamati keadaan sekitar dan memperhatikan apa saja yang terjadi. Di sepanjang jalan inilah kita bisa mendapat pelajaran. Hal tersebut akan berbeda jika kita berkendara dengan cepat yang tidak pernah memperhatikan lingkungan sepanjang perjalanan. Jadi, menurut Om Aan, para penulis jualah motor kalian biar mengurangi kemacetan, lol. Ah ya, beliau juga memilih berjalan 2 km untuk ke kampus dengan alasan di atas. (Kalau saya jalan 2 km itu baru sampai Kids Fun, belum dapat apa-apa #duagh)
  • Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada penulis adalah. 1*Banyak yang ingin jadi penulis dan berpikir menulis adalah urusan merangkai kata-kata, padahal menulis bukan sekadar merangkai kata tetapi adalah berpikir. 2*Banyak yang ingin jadi penulis untuk sesama penulis (hanya agar mempunyai karya dan diakui). 3*Banyak  yang ingin jadi penulis, tetapi tidak suka membaca. Poin kedua ini kok berasa nusuk gitu, ya. Dulu, saya ingin mempunyai sebuah buku karena ingin dengan teman yang sudah punya buku. Ingin sebuah pembuktian kepada diri sendiri kalau saya juga bisa. #kacapecah
  • Semakin banyak kita membaca, kita akan semakin sadar bahwa banyak hal yang tidak kita ketahui.
Itu saja poin-poin yang tercatat di saya, apalah daya saya yang tidak bisa berhenti ngobrol masalah yang baru nge-hits di lapak watty. Lol.

Selanjutnya, diisi oleh Kak Faisal. Biar berasa muda saya panggilnya kak, okesip.

Acara dimulai dengan Kak Faisal membaca esai berjudul ‘Forbidden Bird’ dari Amerika. Itu loh cerita si anak yang melukis burung, tetapi kertasnya disobek oleh penjaga karena menggambar burung. Lalu esoknya si anak kembali lagi dengan lukisan pohon dan lolos dari penjaga. Tanpa diketahui ternyata di balik gambar daun-daun tersembunyi si burung tersebut.

Awal mula seorang bisa menjadi penulis memang beragam. Nah, kalau Kak Faisal ini berawal dari tetangganya yang menyodori buku banyak lipatan. Well, buku-buku jadul itu memang identik dengan lipatan sebagai tanda ada poin-poin yang penting. Sejak saat itu Kak Faisal menjadi gemar membaca yang pada akhirnya membuat beliau ingin menulis buku. Kak Faisal pun juga mengambil kuliah di jurusan Sastra Indonesia dengan harapan akan mendapat semakin banyak tips/ilmu soal menulis. Siapa sangka ternyata pelajaran tentang menulis hanyalah 2 sks yang tidak wajib untuk diambil. Lol. Jadi, intinya untuk menjadi seorang penulis tidak harus kuliah jurusan sastra. Jika Om Aan suka menulis dalam kesunyian, maka Kak Faisal justru sebaliknya, beliau suka menulis dalam keramaian.
Lanjut, langsung ke sesi pertanyaan yang paling berkesan di saya yaitu soal menghadapi kejenuhan *ini apa yang alami sekarang yaitu bosan menulis dan berasa mentok.

Menurut Kak Faisal seperti roda yang berputar, kebosanan itulah yang akhirnya mmbuat kita akan menulis lagi. Misalnya: bosan menulis, ke perpustakaan kemudian bosan dan main. Pola itu terus berputar sampai pada akhirnya kita memutuskan untuk kembali menulis. Nah, tidak jauh berbeda dengan jawaban Om Aan, karena bosanlah beliau menulis ‘Hidup itu terkadang membosankan dan menulis itu adalah obat untuk mengatasi kebosanan tersebut’.

Sekian dulu untuk sesi Om Aan dan Kak Faisal yang berhasil saya rangkum, selanjutnya bolos ke mushala dulu dan pas balik udah mau selesai. Ada sesi foto sama Kak Faisal di depan, tapi berhubung saya mah pemalu jadi absen ke depan. Ternyata ada bu bidan pengen foto sama Om Aan  yang ternyata ada di belakang. Akhirnya, saya pun ikut serta tak lupa membawa Calon Imam (tetap promo buku sendiri) buat foto bareng. Aih, ternyata dari jamannya Mas Alitt sama Om Aan saya masih aja deg-degan kalau foto bareng sama penulis. Seandainya masih punya Calon Imam yang segel, seharusnya bisa buat ganjalan lemari Om Aan, sayangnya sudah habis.
Mas Aan & Bu Bidan
Acara selanjutnya yaitu makan-makan, istirahat.

Jam setengah 2 kita masuk ke acara inti bersama Om SGA. Dilihat dari wajahnya udah keliatan banget beliau ini anak sastranya. Hihihi.

Salah satu hal yang disampaikan oleh beliau adalah untuk jadi penulis kita harus MEMBACA! Lalu, untuk menjadi penulis kita harus bisa mendobrak 3 mitos sastra yaitu:
  •  Sastra itu curhat.
  •  Isinya kalimat yang mendayu-dayu.
  • Isinya adalah tentang menggurui orang lain.

Iya, cuma segini saja yang berhasil saya catat. Selanjutnya, saya bertemu dengan Mbak Nurul dan Mbak Mega. Eh, lah kok ternyata Mbak Mega ini editornya Agro, berhubung buku saya terbit di anaknya agromedia otomatis jadi sharing beberapa hal. Dari beliau saya tahu kalau kesulitan editor itu tidak hanya dalam mencari naskah, tetapi lebih sulit dalam mengkonsep buku untuk penulis yang sudah terkenal (buku pesanan). Saya yang belum pernah ketemu editor sendiri Mbak Tami sama Mas Irwan, jadi pengen ketemu, semoga ada kesempatan nantinya. Mereka berdua adalah 2 orang yang berperan penting atas kelahiran Bila dan Calon Imam. #peluk.
Diah dan Mb Mega ** Mbak Nurul sama Mbak Rianti nggak kefoto -_-
Dari Mbak Mega pula saya sadar ternyata dari banyaknya orang yang megang kamera ada penulis juga yaitu babang Lee Min Ho KW. Berawal dari kekepoan atas buku Mbak Mega yang abis di-sign sama penulisnya, lah ya langsung speechless ada ttd dan nama babang kopi luwak di situ. Siapa itu? Bukunya berjudul ‘Cinta Acakadut’. Sampai rumah saya lanjut kepo dan ternyata nama beliau adalah Bang Furqon. Baiklah, 11-12 boleh lah ya tingginya sama babang kopi luwak. **Pasang jari damai kalau ybs baca tulisan ini. Tahu dari awal kan bisa sharing soal tulis-menulis, tapi berhubung saya ini pendiam, ya cuma berujung kepo di rumah. Nggak lucu kan kalau SKSD padahal baru tahu bukunya hari H. Well, salam kenal dan sukses buat babang Lee Min Ho.
Cover-nya kece! (Foto dari blog ybs)

Acara selesai dan pembagian sembako, eh buku dimulai. Tiap peserta dapat satu kardus berisi @50 buku. Saya speechless lagi. Keren! Kapan lagi kita bisa ikut acara free yang dapat banyak ilmu luar biasa dan buku gratis! Sampai-sampai saya galau mikir gimana cara bawa pulang itu buku yang beratnya nggak usah ditanya.
Oleh-oleh

Eh, ada kejadian lucu pas pulang. Jadi, ketemu di perempatan lampu merah dengan mbak-mbak yang membawa kardus juga dan berujung ngobrol sampai lampu hijau. Padahal nggak tahu beliau ini siapa, tapi yang pasti peserta KFE juga dan tinggalnya lewat st.kridosono *Lol.

Pokoknya KFE adalah pengalaman yang mengesankan setelah saya tinggal di Jogja. Jadi pengen bisa menjadi peserta #kampusfiksi. Dulu, pernah baca akan ada seleksi mikir 2kali karena lintas kota eh nggak tahunya ada banyak kloter, saya kudet banget. Sekarang aja nyesel nggak pernah coba (kayak bakal keterima aja, Lai #plak).

Well, akhir kata terima kasih kepada Divapress dan seluruh panitia atas kesempatan dan oleh-olehnya.
Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan.

Maturnuwun sudah mampir.

Laini Laitu

No comments:

Post a Comment