Friday 24 May 2013

Surat untuk Ayah


-24 Mei-

Tanggal dimana semua  berubah, berubah total. Hari dimana untuk pertama kalinya aku merasa kehilangan satu hal yang amat sangat berharga. Hari dimana setelah hari itu terlewati aku merasa ada sesuatu yang hilang.

Yah,
DULU. Ayah yang mengajariku untuk mengerti dan memahami ada yang lingkungan sekitar. Mengantarku ke sekolah juga mengambil nilai. Dengan bangga aku menggandeng ayah ke kelas dan dengan bangga pula akan prestasiku ayah menunjukkan nilai itu. Ayah satu sosok imam yang menjadi panutanku. Bahkan untuk beberapa tahun aku hanya tidur berdua dengan ayah. Itu adalah kenangan terindah denganmu yah

Namun, aku hanyalah sosok labil yang waktu itu tak pernah menyadari arti hadirmu. Yang hanya bisa mengeluh dan membandingkan ayah dengan sosok lain. Aku iri dengan orang lain yang mempunyai ayah hebat. Bahkan aku menganggap mereka ayahku juga ketika hujan deras mengantar kami ke sekolah. Satu kekecewaan yang mampu menutupi apa yang ada pada ayah.

Yah,
Saat aku kehilanganmu barulah aku menyadari arti penting kehadiranmu. Betapa ayah menyayangiku walau dengan rasa acuh itu. Pernah suatu hari hanya karena egoku yang memuncak, Tak ingin berangkat ke sekolah , cengeng karena tak ada teman yang bisa membimbingku untuk menyeberang jalan. Namun akhirnya ayah mengantarkan ke sekolah sampai jalan raya. Dan akhirnya bertemu ibu yang menenangkanku. LABIL, dan baru aku tahu esoknya ternyata ayah waktu itu mengikutiku dari belakang tak hanya sampai jalan raya itu tetapi sampai sekolah. Memastikan aku baik baik saja sampai sekolah. Sekali lagi yah tanpa ku minta dan aku tak kan pernah tau kalau ibu tak mengatakannya.

Yah,
Masih teringat sangat jelas saat aku mengungkapkan kekecewaan saat ayah dan semuanya justru keluar kota beberapa hari dan meninggalkan aku hanya dengan kakak saat ujian. Terabaikan dan itulah yang aku rasakan saat itu. Masih teringat sangat jelas saat ayah justru pergi ke luar kota saat itu musibah datang. Lagi hanya dengan kakak. Aku hanyalah anak kecil yang tak tau dan tak mau tau apa yang terjadi. Kecewa.. rasa itulah yang membuncah ada di dalam hati. Terlalu kecewa atas apa yang ayah lakukan.

Yah,
Semua kebaikan ayah tertutupi oleh kekecewaan itu.  Kini yang tersisa hanyalah rasa sesal yang membuat sesak di dada. Ketika ayah sakit dengan egoisnya aku masih berfikir yang tidak tidak. Suudzon atas apa yang terjadi. Saat yasinan waktu itu malah dengan tololnya aku mengatakan kalau ayah mengada ada. Aku menyesal yah, tapi penyesalan itu selalu datang terlambat.

Ketika menjelang maghrib datang dan ayah minta dibuatkan air gula, tanpa berfikir macam macam aku membuatkannya dan menyerahkan itu ke kakak. Dan tanpa kutahu ternyata itu adalah tetes air terakhir yang ayah minum. Satu-satunya apa yang bisa kuberikan kepada ayah.

Yah,
Ayah masih melihat aku kan? Aku lemah sementara sampai malam menjelang dan lebih memilih pergi ke alam mimpi karena aku tak berani menerima kenyataan. Namun ternyata pagi yang kutemui adalah nyata. Ayah berbaring di depan sana dengan kain putih itu. Wajah ayah yang tenang menyiratkan kalau ayah bahagia disana. Aku kuat yah, namun ternyata pertahanan itu hancur saat Keranda itu mulai membawa raga ayah pergi.  Bahkan untuk mengantarkan ayah ke tempat peristirahatan terakhir pun aku tak mampu. Serasa  ada yang menarik jiwaku hilang ntah kemana. Mungkin akulah yang terapuh diantara semua, sampai akhirnya tangan ibu yang membimbingku untuk melihat rumah ayah yang baru.Gundukan tanah yang masih terlihat basah itu, itulah rumah ayah yang baru.

Yah,
Aku selalu mencoba kuat atas kehilangan ayah. Bayangan bayangan kebaikan ayah yang selama ini tertutup oleh kekecewaanku bagaikan film using yang terputar dalam otakku. Berputar berulang-ulang dan itu semakin menyiksaku atas rasa bersalah yang mengiris kalbu. Ayah membuatku mengerti apa arti kehadiran kerabat dekat. Mereka yang menguatkan disaat kepergian ayah sampai akhirnya setelah semua  kembali ke lingkungan masing masing rasa kehilangan itu kembali menyeruak, bagaikan pisau mengiris hati. SAKIT.

Yah
Ayah sukses membuatku merasa manusia paling rapuh dan cengeng. Hanya dengan mendengar kabar duka tanpa mengenal siapapun orangnya sukses membuat hati ini menangis. Kehilanganmu sangat mudah untuk diingat yah. Aku bodoh, karena terlalu menangisi kepergian ayah dalam waktu tertentu. Ayah sukses membuatku percaya apa itu arti kehilangan. Selama ini yang kudengar kalau orang akan merasa betapa berartinya seseorang saat sudah jauh / kehilangan dan itulah apa yang aku rasakan setelah kepergian ayah.

Yah,
Setiap aku pergi ke hajatan nikah itu adalah pukulan dahsyat untuk hatiku. Aku ingin jika waktu itu tiba untukku memulai hidup baru ayah lah yang menjadi waliku. Tapi apa? Mustahil yah, Impian yang tak akan pernah terwujud. Itu yang membuatku selalu enggan untuk pergi ke hajatan. Dimana kedua orangtua dengan senyum bangganya menghantarkan anak tercinta menuju gerbang pernikahan baru. Aku ingin seperti itu yah asal ayah tau.

Yah,
Aku sudah bisa mencari uang sendiri sekarang. Aku ingin seperti teman teman yang lain yah, mereka membelikan baju untuk orangtua mereka saat lebaran. Namun aku? Bahkan sekalipun aku tak punya kesempatan untuk memberikan sesuatu sebagai rasa penghormatanku untuk ayah. Satu hal yang tak mungkin dapat aku lakukan dan sekali lagi aku merasa ada palu yang memukul hatiku. Saat lebaran tiba dimana orang lain sungkem ke orang tua mereka tetapi aku hanya bisa mengunjungi rumah ayah tanpa menyentuh ayah, tanpa mencium tangan ayah. Aku ingin seperti mereka yah, bolehkah waktu ini diputar?

Yah,
Saat aku jauh dari keluarga seperti sekarang aku merasa ayah adalah orang terdekatku. Ayah adalah seorang yang mampu melihatku. Entah aku tertawa ataupun menangis. Aku merasa ayah selalu memperhatikanku. Bahkan dengan masalah-masalah yang ada. Ayah adalah yang tahu segalanya tentu selain yang Maha Kuasa. Itu benar kan yah? Ayah selalu menjagaku walau raga ayah suda jauh.

Yah,
Maafkan aku, setelah sekian lama masih saja selalu menangis saat berkunjung ke rumah ayah. Air mata yang selama ini tersimpan tumpah ruah hanya untuk ayah. maafkan aku yah, Aku ikhlas atas apa yang sudah ditakdirkan. Aku menangis karena senang, karena di rumah ayah aku merasa ayah sedang memelukku dan membelai rambutku. Itulah kenapa aku lebih suka menengok ayah seorang diri. Di rumah ayah lah tanpa aku mengeluarkan sepatah katapun ayah tahu apa yang ada dihatiku. Jika selama aku pergi aku hanya merasa ayah memperhatikanku namun di rumah ayah lah aku merasa ayah memelukku dengan Erat dan beban yang ada di hati akan terangkat sendirinya. Ayah telah menguatkanku.

24 MEI, tanggal yang tertulis di batu nisan. Tanggal dimana ayah meninggalkan kami semua. Tanggal dimana semua titik balik bermula.

Aku sayang ayah dengan segala kelebihan dan juga kekurangan ayah. Jika masih ada kesempatan aku hanya ingin menangis dipelukan ayah dengan ayah mengusap rambutku. Maafkan aku yang terlalu lemah jika teringat tentang ayah. Bahkan hanya dengan menuliskan serangkai kata ‘Surat untuk Ayah’ ini pun aku kembali mengharu biru. Aku cengeng yah seperti yang kau tahu selama ini. Aku menangis karena aku terlalu menyayangi ayah. Aku terlalu rapuh untuk bisa berdiri tanpa ayah.  Kepergian ayah telah meninmbukan rongga besar dalam hatiku. Ketika melihat orang lain membicarakan dengan bangganya mengenai ayah mereka semakin membuat hatiku sakit. Aku ingin seperti mereka yah. Walaupun kadanga aku berhasil mengatur tembok emosi sebaik mungkin di depan mereka tapi toh nyatanya semua itu kembali roboh saat aku seorang diri.

Ayah, maafkan atas kesalahan ananda selama ini. Semoga ayah mendapatkan tempat terindah di SISINYA.

Sekali lagi maafkan aku yah belum menjadi anak yang kuat seperti apa harapanmu.

Tuhan, hamba titip surat ini untuk ayah, salam sayang dan rindu dariku untuknya.

Semoga ayah tenang dan bahagia serta mendapatkan tempat terindah di SISINYA. Amin

2 comments: